Aku adalah Rindu yang Tidak Tahu Jalan Pulang Vol. 2
Rp 65.000
Penerbit: CV. Poetry Publisher
Penulis: Tresnaning Diah, dkk
Penyunting: Yuli
Desain layout dan sampul: Tama
Cetakan pertama, Mei 2025
viii + 101 hlm; 14x20 cm
ISBN: (Dalam proses)
Jilid: Softcover
Penulis: Tresnaning Diah, dkk
Penyunting: Yuli
Desain layout dan sampul: Tama
Cetakan pertama, Mei 2025
viii + 101 hlm; 14x20 cm
ISBN: (Dalam proses)
Jilid: Softcover
Blurb:
Apakah manusia tidak lain hanyalah sepotong rindu yang mencari makna pulang dalam semesta yang tak pernah benar-benar ramah?
Buku ini bukan sekadar kumpulan puisi—ia adalah wadah epifanisasi batin dari puluhan jiwa yang menyulam kata demi mengurai sunyi. Di dalamnya, bersemayam pluralitas rasa: kasih yang remuk, iman yang mengambang, kenangan yang menjadi residu eksistensial, dan tanya-tanya purba yang tak jua usai.
Tiap puisi adalah percakapan dengan diri—atau barangkali dengan semesta—tentang waktu, kehilangan, dan ketakberhinggaan makna. Dan dalam keberagaman suara para penulisnya, kita menemukan suatu keserempakan yang tak terkatakan: bahwa semua manusia, sejatinya, adalah pengelana.
Antologi ini adalah lanskap batin: tidak menawarkan jawaban, melainkan ruang kontemplasi. Ia menolak keteraturan narasi tunggal dan memilih untuk menjadi belantara: penuh lekuk, penuh misteri, dan justru karena itu—penuh kemungkinan.
Maka bacalah, bukan untuk memahami, tetapi untuk mengalami.
Apakah manusia tidak lain hanyalah sepotong rindu yang mencari makna pulang dalam semesta yang tak pernah benar-benar ramah?
Buku ini bukan sekadar kumpulan puisi—ia adalah wadah epifanisasi batin dari puluhan jiwa yang menyulam kata demi mengurai sunyi. Di dalamnya, bersemayam pluralitas rasa: kasih yang remuk, iman yang mengambang, kenangan yang menjadi residu eksistensial, dan tanya-tanya purba yang tak jua usai.
Tiap puisi adalah percakapan dengan diri—atau barangkali dengan semesta—tentang waktu, kehilangan, dan ketakberhinggaan makna. Dan dalam keberagaman suara para penulisnya, kita menemukan suatu keserempakan yang tak terkatakan: bahwa semua manusia, sejatinya, adalah pengelana.
Antologi ini adalah lanskap batin: tidak menawarkan jawaban, melainkan ruang kontemplasi. Ia menolak keteraturan narasi tunggal dan memilih untuk menjadi belantara: penuh lekuk, penuh misteri, dan justru karena itu—penuh kemungkinan.
Maka bacalah, bukan untuk memahami, tetapi untuk mengalami.