Desiran Tak Bersuara
Rp 48.500
Penerbit: CV. Poetry Publisher
Penulis: Adorada
Penyunting: Yuli
Desain layout dan sampul: Tama
Cetakan pertama, Juni 2025
x + 93 hlm; 14x20 cm
ISBN: 978-623-7948-58-2
Jilid: Softcover
Penulis: Adorada
Penyunting: Yuli
Desain layout dan sampul: Tama
Cetakan pertama, Juni 2025
x + 93 hlm; 14x20 cm
ISBN: 978-623-7948-58-2
Jilid: Softcover
Blurb:
Dalam lanskap batin yang sayup dan bersahaja, Desiran Tak Bersuara menjelma sebagai laku liris yang lahir dari luka, menyulam lirih menjadi bahasa, membingkai sunyi menjadi suara, dan memahat rindu menjadi cahaya. Di setiap bait, Adorada menghantarkan getir yang tidak gamang, getir yang justru menghidupkan ruang-ruang kosong yang lama tak disapa. Sebab sesungguhnya, bahkan sunyi pun dapat menggelegar bila dipeluk terlalu lama.
Lembaran demi lembaran menjelma jendela jiwa, menyuguhkan gema dari cinta yang tak sempat tiba, dari harap yang menggigil di tengah senja, dari luka yang tak sempat bernama, dan dari duka yang hanya bisa dibaca oleh mata yang terbiasa menahan lara. Adorada menyingkap makna dalam sepi yang renta, sebab yang melukai kita tak selalu pergi, kadang menetap dalam bentuk kenangan yang manis meski tak bersuara.
Puisi-puisi ini adalah nyala dalam gelap yang rahasia, serupa desir angin yang menyeka air mata, atau bisikan batin yang bersembunyi di balik tawa. Ia bukan sekadar untaian aksara, tetapi tempat berpulang bagi jiwa-jiwa yang terluka, mencari makna dari reruntuhan rasa. Sebab ada jeda yang tak bisa dijelaskan, kecuali oleh mereka yang pernah patah di tempat yang sama.
Dalam lanskap batin yang sayup dan bersahaja, Desiran Tak Bersuara menjelma sebagai laku liris yang lahir dari luka, menyulam lirih menjadi bahasa, membingkai sunyi menjadi suara, dan memahat rindu menjadi cahaya. Di setiap bait, Adorada menghantarkan getir yang tidak gamang, getir yang justru menghidupkan ruang-ruang kosong yang lama tak disapa. Sebab sesungguhnya, bahkan sunyi pun dapat menggelegar bila dipeluk terlalu lama.
Lembaran demi lembaran menjelma jendela jiwa, menyuguhkan gema dari cinta yang tak sempat tiba, dari harap yang menggigil di tengah senja, dari luka yang tak sempat bernama, dan dari duka yang hanya bisa dibaca oleh mata yang terbiasa menahan lara. Adorada menyingkap makna dalam sepi yang renta, sebab yang melukai kita tak selalu pergi, kadang menetap dalam bentuk kenangan yang manis meski tak bersuara.
Puisi-puisi ini adalah nyala dalam gelap yang rahasia, serupa desir angin yang menyeka air mata, atau bisikan batin yang bersembunyi di balik tawa. Ia bukan sekadar untaian aksara, tetapi tempat berpulang bagi jiwa-jiwa yang terluka, mencari makna dari reruntuhan rasa. Sebab ada jeda yang tak bisa dijelaskan, kecuali oleh mereka yang pernah patah di tempat yang sama.